Novel Yang Janggal. July 23th 2016, 12.00 Am. Bandung.

"Catatan sang Psikolog" #3

Hari ini, aku menerima gambar pertama dari seorang pasien dari ruang bag. penitipan anak kamar no.2A. Dibuat oleh seorang anak yang berasal dari keluarga brokenhome, dia bernama Amy umurnya baru 8 1/2thn cuma beda beberapa bulan lahirnya dengan anakku, Cindy. Dia sudah ada disini selama 2minggu, dia kami selamatkan setelah kejadian "itu" terjadi di rumah keluarganya, kemudian tinggal dan dititipkan untuk sementara disini karena keluarga terdekatnya belum ada yang datang kesini untuk menjemputnya.

Gambar ini adalah sebuah tes, teknik psikologi yang disebut juga psycho-drawing, beberapa dari kalian mungkin sudah pernah melihat hal ini dalam sebuah wawancara kerja. Belakangan ini, sebuah study di dunia kedokteran bisa membuktikan 90% bahwa mengetes kejiwaan individu melalui gambar lebih bisa bahkan "hampir" mendekati perasaan secara intim. Baru-baru ini kami berikan beberapa tes tersebut bagi para pasien, untuk mengetahui suasana kejiwaan & pribadi seseorang baik anak berusia belia, seorang dewasa, bahkan manula sekalipun.

Amy beserta para pasien lainnya kami minta partisipannya untuk menggambar sebuah bentuk abstrak yang masih relevan dengan subjek yang kami diberikan. Program tes ini akan meliputi volume ketenangan hati, kegundahan, penilaian suasana jiwa, bahkan sampai psikologis yang terpendam di lubuk terdalam pun akan terdeteksi jika benar-benar mengikuti tahapan prosedur.

Kuperhatikan gambar tersebut beberapa saat, kosongkan pikiran, berkonsentrasi penuh, kupejamkan mata, lalu...syuuttt!! dalam sekejap aku sudah terhisap kedalamnya, kantor tempat bekerja pun lenyap dalam waktu singkat. Aku sudah berada di dalam gambar Amy, gambar yang melambangkan perasaannya kala itu. Aku pun bangkit perlahan sambil kuperhatikan suasana di sekitarku sekarang, begitu pekat serta gelap hati anak itu, "Penuh dengan dendam dan perasaan benci!" begitu batinku dalam hati.

Gambar #1



Kuberjalan dan telusuri ruang gelap ini dan tiba-tiba aku mendengar suara dari kejauhan, "Suara siapa itu?" tanyaku dalam hati lagi. Semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya aku menemukan sebuah pintu berbentuk hati, kubuka, tampak silau pada awalnya lalu mulai redup, redup, redup. Dan ketika aku sudah bisa menguasai pandangaku, aku melihat Amy sedang duduk di kamarnya. Dia menangis tersedu sedan, tapi sayup-sayup aku mendengar juga suara teriakan ibu dan ayahnya. Menurutku, mungkin mereka sedang bertengkar padahal ada anaknya Amy, mendengarkan semuanya di kamar.

"Ayah...dan...ibu, jangan bertengar terus donk! Amy gak mau kalian terus begini, Amy pengen melihat kalian saling sayang lagi seperti dulu, ketika Amy masih TK. Ayah kok gak pernah ngajak Amy lagi ke Kebun Binatang lagi sich? Ayah khan udah janji waktu itu! Ibu juga sama, kok sekarang jadi jarang nemenin Amy maen rumah-rumahan ama boneka lagi sich? Amy kangen kayak dulu...selalu gembira dan tertawa lepas gak pernah sedih dan kesepian seperti ini! Pokoknya, Amy bakalan pegang kedua tangan Ayah ama Ibu, gak perduli apa yang terjadi, gak akan Amy lepas sampai kapanpun! Gak apa-apa kaki Amy sampe keangkat terhuyung-huyung gak nyentuh tanah juga, yang penting Ayah ama Ibu jangan sampai pisah dan berantem lagi!". Begitulah suara hati terdalam Amy yang kudengar terakhir kalinya sesaat sebelum aku kembali lagi ke alam nyata, semua itu tidak aku tulis pada catatan medisku, cukup aku saja yang tahu isi perasaan anak mungil itu.

Melihat apa yang terjadi kepada Amy, aku jadi teringat kepada putri kesayanganku Cindy di rumah. Aku tidak bisa membayangkan jika ini semua terjadi kepada keluargaku sendiri, sungguh aku tidak akan bisa mema'afkan diriku...sampai kapanpun, jika benar-benar terjadi. Apa yang akan terjadi dengan perasaan Cindy? Apakah dia akan akan "menjadi" seperti Amy? Anak kecil yang hatinya hitam dan hancur berkeping-keping karena ulah orangtuanya sendiri! Sungguh naas nasib yang menimpa Amy.

Dengan segera aku membuka kacamata untuk menghapus airmata yang dari tadi sudah menggantung di ujung pelupuk mata. Kutahan, karena aku tidak ingin terlalu tenggelam lebih dalam untuk tugas ini. Sial, mataku perih sekali, mungkin akan terlihat berwarna merah untuk beberapa saat.
Jujur saja, tugas ini "berat" untukku. Untuk seseorang yang terlalu ber-perasa sepertiku, tugas yang tampak sepele ini bakalan memicu emosional bahkan bukan tidak mungkin akan banyak menguras airmata. "Damn!" makiku dalam hati.

Komentar

Postingan Populer